Sabtu, 22 Desember 2012

Uang Dalam Jaket

Uang Dalam Jaket
    Kring bel sekolah berbunyi. “Ganti baju!” teriak Kiria girang. Dia memang sangat menyukai pelajaran olahraga. Soalnya mereka bisa keluar dari kelas setelah terperangkap didalamnya selama berjam-jam.
    Kiria berlari memasuki ruang ganti baju perempuan diikuti dengan murid-murid perempuan yang lain.
    “Lili kamu yakin mau ikut olahraga?”
    Kiria mendengar salah satu teman sekelasnya berkata. Kiria menoleh. Tampak Lili yanga agak pucat dan memakai jaket sedang bicara dengan Lidya.
    “Aku enggak apa-apa kok. Sudah mendingan. Daripada bosan sendirian, aku mau ikut olahraga saja.” Sahut Lili mantap.
    “Oke tapi jangan capek-capek ya. Kamu istirahat di pinggir lapangan nanti.” Sahut Lidya lagi dengan penuh perhatian.
    Lili mengangguk. Dia kemudian melepaskan jaketnya dan mulai berganti baju.
***
    “Masukkkk.” Kiria melompat kegirangan saat dia berhasil mendapatkan angka untuk pertandingan voli yang sedang dia lakukan. Bersamaan dengan itu Pak Guru meniupkan  peluit. Tanda pertandingan usai. Kiria pun berjalan ke tepi lapangan. Karena dia kini sudah “bebas tugas”. Giliran kelompok lain yang harus bermain voli.
    “Kiria” terdengar suara panggilan. Kiria pun menoleh ternyata Luna dan Ota menghampirinya.
    “Lho, kok kalian keluar kelas?” Tanya Kiria heran.
    “Iya pelajaran kami kebetulan kosong.” Sahut Ota mewakili kakaknya.
    “Kamu kembali ke ruang ganti saja, Lili, kalau kamu masih pusing.”
    Seketika Kiria, Ota, dan Luna menoleh . Tampak wajah Lili semakin pucat. Lidya menuntunnya masuk ke ruang ganti kembali.
    “Kenapa dia? Tanya Luna.
    “Enggak enak bada dari pagi kayaknya.” Sahut Kiria.
    Luna mengangguk-angguk mengerti.
    “Kita ke kantin yuk sekarang!” ajaknya kemudian.
    Kiria dan Ota langsung mengangguk setuju.
***
    Selesai dari kantin, Kiria, Ota dan Luna hendak kembali ke lapangan olahraga. Saat itulah mereka mendengar keributan. Murid-murid kelas Kiria berkerumun. Mengerumuni Lili.
    “Uang itu masih ada sebelum kita ganti baju! Aku sangat yakin” Lili tampak menangis.
    “Uang?” Kiri bertanya pada dirinya sendiri dengan heran. Dia kemudian menghampiri Lili, diikuti oleh Luna dan Ota.
    “Ada apa sih?” Tanya Luna ingin tahu.
    “Uangku hilang di ruang ganti. Padahal uang itu untuk membayar kursus komputerku! Gimana dong? Mama pasti marah banget kalau tahu aku menghilangkannya.” Jelas Lili dengan mata berkaca-kaca.
    “Aaah kita gak perlu Tanya-tanya lagi. Sudah jelas kok siapa yang mengambil.” Tiba-tiba saja Lidya berkata dengan penuh keyakinan.
    Semua menatap Linda dengan penuh tanda Tanya.
    Lidya menatap tajam kepada Kiria. “Pasti Kiria! Dia kan yang pergi meninggalkan lapangan di tengah pelajaran berlangsung. Cuma dia yang punya kesempatan mengambil uang itu.”
    Kiria terbelalak kaget sekali. “Jangan sembarangan menuduh. AKu pergi ke kantin. Mana mungkin aku mengambil uang Lili? Luna dan Ota jadi saksi.”
    “Bisa saja mereka kamu ajak kerjasama.” Sahut Lidya yakin.”
    “Aku rasa kamu gak boleh menuduh sembarangan seperti itu.” Luna tiba-tiba menegahi. “Kiria memang meninggalkan lapangan saat olahraga. Tapi bisa saja uang itu sudah hilang sebelumnya. Bisa saja uang itu diambil oleh oran gyang keluar paling terakhir dari ruang ganti.”
    Semua langsung terdiam. Menyadari kebenaran kata-kata Luna.
    “Hayoo! Siapa yang keluar paling terakhir dari ruang ganti?” Tanya Lidya lagi.
    “Aaaaku.” Hilda anak yang paling pemalu.
    Lidya langsung membelalak menuduh. “Kalau begitu enggak salah lagi kamu pasti yang mengambil uang Lili. Ayo cepat kembalikan! Berani-beraninya kamu mengambil uang dari jaket Lili.”
    Hilda membelalak dan menggelengkan kepalanya. “Aku gak ngambil sungguh.”
    “Jangan bohong!” Lidya terus menuduh.
    “Hilda tidak bohong. Tapi kamu yang bohong.”
    Lidya terkejut.
    “Kamu yang mengambil uang itu kan? Karena Cuma kamu yang tau kalau uang itu berada di dalam jaket Lili. Padahal tadi Lili tidak bilang dimana dia menaruh uangnya.”
    Lidya tampak terperangah. Seketika itu juga Lidya menyadari kesalahannya.
    “Lidya aku benar-benar gak nyangka. Kamu kan sahabat aku.” Lili menatap Lidya dengan kecewa.
    Lidya menunduk dengan wajah pucat.
    “Hihi rasain.”
    Semua langsung menoleh. Ternyata Ota sedang tertawa sendirian.
    “Ssst kamu ngapain sih?” Luna berbisik mengomeli adiknya.”
    “Oh maaf maaf.” Ota memandang berkeliling dengan tampang bersalah karena karena dia memecah perhatian. “
    “Kita temui pak Guru saja untuk minta pertimbangannya.” Usul Hilda.
    Semua mengangguk setuju. Sementara Lidya hanya bisa menunduk dengan wajah se

Nenek Sali

Nenek Sali   
       Siang hari itu langit terlihat mendung; Aku melangkah ringan sembari melihat pemandangan suasana pedesaan. Di kanan kiri jalan Nampak sawah-sawah dengan padi yang mulai menguning. Sedangkan di kaki langit terlihat pegunungan biru yang diselimuti arak-arakan sawah. Ini hari kedua aku berlibur di rumah kakek dan nenek. Kali ini aku terpaksa sendirian. Kak Ria, kakakku tidak bisa ikut karena harus mengikuti les persiapan UN.
    Namun, beberapa saat kemudian gerimis mulai turun. Aku segera berlari pulang menuju ke rumah kakek. Namun di tengah jalan hujan turun dengan lebat. Aku terpaksa berteduh dibawah pohon besar.
    Aku melihat seorang nenek duduk di teras rumah tersebut. Ia memandang ke arahku dan tersenyum. Aku pun membalas senyumnya. Lalu ia melambaikan tangan memanggilku. Wah, kebetulan. Aku segera berlari menuju rumah itu.
    “Kok hujan-hujan? Kamu pasti bukan anak desa sini ya? Siapa namamu?” Tanya nenek itu.
    “Iya nek. Saya cucu kakek Atmo. Nama saya Rani.” Jawabku sambil mengigil kedinginan.
    “Oh cucu pak Atmo. Beliau amat ramah. O ya, panggil saya nenek Sali. Ayo masuk saja. Kamu pasti kedinginan.” Kata nenek Sali.
    “Mbok Surti tolong buatkan teh hangat. Ada tamu!”
    Nenek Sali menggandengku masuk ke dalam rumah. Tidak berapa lama mbok Surti keluar menghidangkan teh hangat dan makanann kecil. Mbok Surti juga membawakan handuk, untuk mengelap badanku.
    Sambil menikmati teh hangat dan makanan kecil, kami pun berbincang-bincang. Ternyata nenek Sali hidup sebatang kara. Ia hanya ditemani mbok Surti, pembantu setianya. Suaminya telah meninggal lima tahun yang lalu. Ia tidak punya anak maupun sanak sodara. Menurutnya dulu ia pernah mengangkat anak yang diambil dari panti asuhan. Namun beberapa tahun kemudian anak angkatnya meninggal dunia. Karena sakit leukemia.
    Kulihat nenek Sali menitikan air mata.
    “Nek Sali jangan sedih ya! Anggap saja Rani cucu nenek.” Kataku menghibur.
    Nenek Sali tersenyum dan mengangguk. Ia segera memelukku erat-erat. Ia Nampak terharu dan bahagia sekali.
    Tidak terasa hujan telah berhenti. Aku pun berpamitan, karena khawatir kakek dan nenek kebingungan mencariku. Aku juga berjanji untuk datang lagi esok pagi.
    Ketika tiba di depan warung di perempatan jalan, seorang bapak memanggilku. Aku pun menghampirinya.   
    “Kamu pasti cucu pak Atmo. Kamu harus hati-hati dengan Nenek Sali. Ia itu menjadi kayak arena memelihara makhluk halus. Itu sebabnya ia tidak memiliki anak. Anak angkat dan suaminya dijadikan tumbal makhluk halus peliharaannya. Sebaiknya kamu jangan pergi ke rumahnya lagi. Bisa-bisa kamu dijadikan tumbal berikutnya.” Nasihat bapak itu.
    Aku jadi bergidik dan hanya bisa mengangguk mengiyakan. Aku bergegas pulang dengan bulu kuduk merinding.
    Keesokan harinya badanku terasa deman. Nenek segera membawaku ke puskesmas. Menurut dokter yang memeriksaku, aku terkena influenza. Aku diberi obat dan diminta untuk beristirahat.
    Selama tiga hari aku hanya bisa beristirahat di rumah. Namun dari beberapa orang yang datang, aku mendengar bahwa aku dikabarkan telah dijadikan tumbal oleh nenek Sali. Kakek dan nenek juga berusaha memberitahu bahwa aku Cuma terkena influenza.
    Pada hari keempat, aku merasa sehat kembali. Aku berencana siang harinya akan datang ke rumah nenek Sali. Aku ingin meminta maaf karena tidak menepati janjiku untuk datang tiga hari yang lalu. Selain itu aku ingin meminta maaf, karena sakitku dijadikan berita yang tidak-tidak tentang nenek Sali.
    Namun aku hanya bisa berencana saja. Tiba-tiba terdengar kabar bahwa nenek Sali meninggal dunia. Aku sangat sedih dan terpukul. Bersama kakek dan nenek aku mengantar nenek Sali ke tempat peristirahatannya yang terakhir. Dari bisik-bisik penduduk. Aku mendengar mereka menduga bahwa nenek Sali meninggal karena gagal menjadikan aku tumbalnya. Namun aku tidak mempercayainya. Aku semakin merasa kasihan pada nenek Sali.
    Keesokan harinya mbok Surti bersama Pak Rio datang menemuiku. Ternyata Pak Rio adalah seorang notaries. Pak Rio memberitahu bahwa aku dan mbok Surti dijadikan ahli waris kekayaan oleh nenek Sali. Mbok Surti telah dibelikan rumah dan sawah di desa asalnya. Sedangkan aku mendapatkan sejumlah tabungan di bank. Pak Rio juga menceritakan asal usul kekayaan nenek Sali. Kekayaan tersebut dari harta karun yang ditemukan mendiang suami nenek Sali saat menggali lubang di halaman rumahnya. Mereka merahasiakannya karena dipaksa kolektor kaya yang mengintainya dan membeli barang-barang tersebut.
    “Aduh, bagaimana ini?” ujarku kebingungan.
    Tentu saja aku sangat terkejut dan tidak menduga sama sekali. Tiba-tiba saja aku menjadi orang kaya. Selama beberapa hari aku berpikir tentang warisan tersebut.
    Akhirnya setelah berunding dengan kakek dan nenek, aku memutuskan menjadikan rumah tersebut panti asuhan. Sedangkan sawah dan tabungannya aku serahkan untuk biaya mengelola panti asuhan tersebut. Panti asuhan itu aku beri nama Panti Asuhan Nenek Sali. Aku yakin nenek Sali setuju dan bahagia, karena sebentar lagi rumahnya akan penuh dengan anak-anak yang ceria

Kamis, 20 Desember 2012

Menyulap Sampah Jadi Kompos

Kita biasa membuang sampah ke keranjang sampah. Sampah itu lalu diangkut oleh tukang sampah dan dikumpulkan di TPA. Karena penduduk kota besar cukup banyak, maka sampah-samaph itu jadi menggunung lalu membusuk dan menimbulkan penyakit. Hii...

Sampah Penyubur Tanaman

Di kota kecil, orang biasanya membuang sampah ke dalam lubang yang digali di halaman rumahny. Kalau sudah penuh lubang itu ditutup dengan tanah. Lalu orang itu membuat lagi lubang yang baru. Begitu seterusnya.

Sampah yang ditimbun dengan tanah itu akan membusuk. Berbulan-bulan kemudian sampah busuk itu berubah menjadi tanah. tanah yang terbentuk dari sampah itu disebut kompos. Jika kita menanam pohon di tanah kompos, pohon itu akan tumbuh subur.

Wah asik ya membuang sampah seperti itu. Sampah itu tidak menimbulkan penyakit, malah menyuburkan tanah. Sayang, di kota besar, kita tak bisa melakukannya sebab tanah yang kosong hampir tak ada. Halamn rumah pun umumnya sangat kecil. Aaaahh andai ada cara lain mengubah sampah jadi kompos.

Komposter si Penyulap

Eit, jangan sedih. Sekarang ada alat yang bisa mengubah sampah jadi kompos dalam waktu yang lebih singkat. Namanya komposter. Komposter sangat sederhana. Ia terbuat dari kaleng atau wadah plastik yang agak besar dan memiliki tutup. Misalnya bekas kaleng cat isi satu galon. Di bagian samping paling bawah kaleng itu dipasang keran air. Kira-kira 10 cm dari dasar kaleng ditaruh alah seperti saringan. Oh ya, sampah yang bisa dibuat kompos itu hanya sampah organik lo. Misalnya sayuran, daging, kertas dan lain-lain.

Sedangkan sampah anorganik seperti kaca, plastik, batu dan lain-lain tidak bisa. Taruhlah sampah organik itu diatas saringan. Kemudian semprotkan cairan EM$ pada sampah basah kuyup. Lalu tutuplah dengan rapat. Oh ya sampah organik itu akan lebih cepat berubah menjadi kompos apabila dipotong kecil-kecil serta ditaburi bulking agent. Yang termasuk bulking agent adalah tanah liat, dedak, jerami atau kotoran hewan.

Kalau komposer belum penuh, taruh sampah baru diatas sampah yang lama. Semprotkan lagi cairan EM4 sampai sampahnya basah kuyup serta taburi bulking agent. Begitu seterusnya sampai komposer penuh.

Setelah itu diamkan sampah di dalam komposer yang terututup rapat. Selama 4 atau 5 hari sekali sampah itu harus diaduk. Maka 2 minggu kemudian....simsalabim jadi apa prok prok *manggil pak tarno* sampah pun berubah jadi kompos yang siap dipakai untuk menanam tanaman. Jadi siramkan saja ke tanaman.

Nah itulah komposer, sebuah alat yang bisa menyulap sampah organik menjadi kompos dengan cepat tanpa bau. Komposer ini harganya sekitar 35.000 bisa dibuat sendiri juga lho :)

Berani Melawan Takut

Setiap orang punya rasa berani. Namun, setiap orang juga punya rasa takut. Teman yang paling berani pun punya rasa takut. Jadi gak usah khawatir, kalau kita juga punya rasa takut. Yang penting kita juga harus punya rasa berani. Rasa takut kita, coba kita kurangi dan hilangkan kalau bisa. Kita coba daftar rasa takut kita dan juga sebab akibatnya. Kita takut apa saja. Kenapa kita takut. Apa akibatnya. Mana seba yang bisa kita hapus. Dan mana yang bisa kita abaikan.

Maka yang tertinggal adalah rasa takut kita yang paling tinggi. Dan sebab yang paling kuat. Serta akibat yang paling merugikan. Kalau sudah ketahuan begini. Kita berlatih untuk mengurangi rasa takut itu. Dan kita harus berani.

Rahasia Menjadi Orang Hebat

Wah semua orang sudah tahu kalau seorang juara kelas adalah anak yang hebat. Hmmm, bagaimana jika kita tidak juara kelas di sekolah? Apakah kita bukan anak yang hebat? Sssttt, sekalipun kita tidak juara kela kita tetap anak yang hebat lho. Ya, siapa tahu kita pintar melukis atau menulis cerita. Enggak percaya? Yuk, kita lihat rahasia otak dan rahasia orang hebat.

Otak Kanan dan Otak Kiri, Siapa yang Paling Hebat?

 
Hmm rupanya otak kita itu seperti rumah yang sangat sibuk. Di rumah otak ini ada ruangan sebelah kiri dan ruangan sebelah kanan. Ruangan sebelah kiri atau otak kiri sibuk dengan kegiatan olah raga, berhitung, menulis, dan meneliti setiap masalah. Bagaimana dengan otak kanan? Wow rupanya otak kanan ramai dengan kegiatan melukis, berkhayal, dan mengingat letak benda. Rupanya otak kanan dan otak kiri memiliki tugas ya berbeda beda ya?

Uppss lalu siapa ya yang lebih pintar?? Otak kanan atau otak kiri? Ah, kalian pasti menduga otak kiri deh. Soalnya otak kiri membuat orang jadi juara matematika dan olahraga di sekolah. Eittss, tapi tunggu dulu. Jika otak kanan rajin melatih tugasnya maka orang akan pintar melukis atau berkhayal. Hasil lukisan dan khayalan juga tidak kalah pintar dengan kepintaran berhitung. Wah kalau begitu otak kanan dan kiri sama hebatnya dong? Benar sekali. Coba ingat-ingat apa saja pekerjaan orang yang hebat yang kita kenal? Olala, ternyata orang hebat itu ada yang bekerja sebagai olahragawan pelukis, penyanyi penulis, arsitek, penemu mesin dan ilmuan. Jadi jika kita tidak pintar matematika. Jangan malu karena kita mungkin pintar melukis atau menulis.


Dilarang Malas Belajar!

Eh, apakah itu berearti kita tidak perlu belajar matematika, jika kita ingin pintar melukis? Huss salah besar. Soalnya orang-orang yang hebat ternyata belajar segala macam pengetahuan. Kata para ahli belajar adalah persiapan untuk menjadi orang hebat di bidang apapun.

Belajar membuat kita punya pengetahuan. Nah pengetahuan ini diperlukan untuk menciptakan karya yang hebat.

Wah wah ternyata untuk menjadi orang hebat itu tidak boleh malas belajar ya? Entah itu menjadi pelukis penulis pemusik atau ilmuan. Semua pekerjaan hebat memerlukan pengetahuan yang luas. Jadi jangan malas belajar dan membaca buku deh.

Sabtu, 03 November 2012

LDKO KIR

Ini cerita saya ketika LDKO KIR hari Sabtu tanggal 27-28 Oktober 2012. Dari mulai persiapan saya udah ripuh, soalnya tu diklat abis Lebaran Haji. Otomatis persiapannya jauh jauh hari sebelum tanggal 27. Waktu itu pikiran saya kacau balau, dari mulai barang yang harus dibawa, sampai bagaimana diklat nanti? Apakah bakal dimarah-marahi habis-habisan lagi? Akhirnya saya jadi keburu stress duluan dan banyak barang yang ketinggalan. Untung masih ada cadangan di kos.


Satu lagi yang nyebelin ketika kaus kaki berwarna biru dan kuning milik teman saya yang akan saya pinjam, ternyata lenyap di kosan. Entah kemana tu kaus kaki pergi, yang jelas gak izin dulu sama si empunya. Saat itu saya pusing 200 keliling mau nyari kaus kaki kemana? Kebetulan saat itu lagi hujan, udah gitu pastinya tekor karena harus beli kaus kaki dua. Mana ada yang jualan kaus kaki sebelah biru sebelah kuning? Dengan berat hati saya pun pergi mencari kaus kaki warna biru-kuning itu. Akhirnya nemu juga tu kaus kaki di toko olah raga deket jalan Emen Slamet. Dan eng ing eng, harganya 10 ribu satu pasangnya, otomatis saya bayar 20 ribu. Lenyaplah sudah uang dari si ibu -______-.


Dan setelah saya sampai di kosan, kondisi kamar kos udah berantakan lebih lebih dari kapal pecah. Udah mah pikiran gak karuan, ini lagi kamar berantakan. Tepat pukul setengah satu saya pergi ke sekolah kebetulan Chek in-nya jam 1 jadi kita mesti on time. Dan sialnya lagi topi daun salam saya ketinggalan di kosan. Terpaksa saya lari-lari ke kosan sambil pake pantopel yang tingginya gak tau berapa senti yang jelas berasa tinggi banget. Hufft untung belum chek in.


Dan pas chek in, barang-barang saya banyak yang salah. Perasaan sih udah pada bener semua, tapi gak taulah pada dasarnya gak ada manusia yang selalu benar dan gak ada juga manusia yang selalu salah. Setelah puas mengobrak-abrik isi koper, para Sorella *panggilan buat panitia perempuan* nyuruh kita masukin barang ke koper dalam 30 hitungan. Anjirr banget, mana barang-barang saya berantakan gak karuan lagi. Alhasil semua baju-bajunya jadi kusut.

Beres chek in, kami semua masuk ke Barak, langsung disuruh ganti pake gamis coklat buat persiapan shalat. Eh tau gak gamis coklat yang saya pake adalah baju hamil si ibu dulu bahahaha :D. Abisnya sayang kalau beli, toh saya gak suka pake gamis. Gila mana pas waktu itu ada anak-anak lain yang lagi pramuka, otomatis kita jadi sorotan tajam mata mereka. 


Abis shalat kita langsung disuruh ganti pake kemeja kotak-kotak, abis itu kita langsung upacaara pembukaan. Baru upacara aja saya udah pegel kaki, akibat gak terbiasa pake pantopel.


Di skip aja ya, abisnya udah lupa lagi urutan ceritanya :D, nah yang paling ngenes itu adalah ketika dinner. Tiap orang dikasih kira-kira 3-4 centong nasi. Gilaa selaper-lapernya saya kagak pernah makan sebanyak itu -______-. Udah gitu pake sayur sop yang airnya banyak pake banget. Udah makannya diwaktu lagi 7 menit. Dan makannya saya belum abis juga pada saat detik-detik terakhir, untung aja ada yang bantuin. Kasihan juga sih yang bantuinnya soalnya dianya juga kayanya udah kekenyangan. 


Fine, abis itu kita pensi. Dan tekanan darah saya mulai naik saat salah satu Sorella minta diulang-ulang aja penampilan kita. Dibilang inilah, itulah. Udah mah mata tinggal 5 watt eh disuruh nyanyi bulak balik. Akhirnya setelah berulang-ulang kita disuruh tidur. Tapi sebelumnya minum STMJ dulu, enak juga kaya susu coklat tapi agak pedas gitu. 


Dan pas tengah malam kita dimarah-marahin alias stressing *gak tau nulisnya*. Eh sumpah pas stressing saya setengah sadar, abisnya ni mata perasaan gak mau ngebuka deh. Udah gitu malah wisata malam., udah mah baru bangun otak saya juga belum di upgrade lagi jadi rada bilet ngejawab pertanyaanya juga.


Akhirnya *langsung aja ke ending* diklat KIR beres juga, walaupun udah diklat tetep ada masih ada ritual lagi yaitu nyari pin. Wish me luck, semoga pas nyari pin gak ada sesi dimarah-marahin lagi ammiin. :D


Ikuti cerita saya terus ya bahaha :D

Sabtu, 20 Oktober 2012

Situ Sangiang

This post to fulfill the english lesson =)). happy reading



Once upon a time, there was a kingdom named Talaga Manggung, The King was Sunan Talaga Manggung he had a daughter and a son. They were Queen Simbar Kencana and Raden Panglurah.



Raden Panglurah was not in the palace, because he was living as an ascretie at mount Bitung, the south of Talaga. Queen Simbar Kencana had a husband, he was Palembang Gunung. He was a chief minister to a king.



Palembang Gunung felt the most believed, therefore he has bad intention to be ceop up in Talaga Manggung. He dove at to kill the king. Palembang Gunung got the information from Citra Singa that the king was very strong and robust. The King could be killed by Cis. However the Cis can only was got by Centang Barang.



Then Palembang Gunung persuaded Centang Barang for was getting Cis and helped him to kill Sunan Talaga Manggung, so Centang Barang was agree.



In the morning at 5 o’clock Sunan Talaga Manggung was wake up. He went to restroom, sunddenly Centang Barang was stabbing Sunan Talaga Manggung in dead night. But Sunan Talaga Manggung said that “Don’t hunt Centang Barang, he would get back from God, Rebbellious.” Then Prabu was pass away. After that Centang Barang out of from Kingdom was crazily, finally he died.



When Palembang Gunung back to the palace. turns the palace had became a lake. Then named Sangiang, which means lost.