Kring bel sekolah berbunyi. “Ganti baju!” teriak Kiria girang. Dia memang sangat menyukai pelajaran olahraga. Soalnya mereka bisa keluar dari kelas setelah terperangkap didalamnya selama berjam-jam.
Kiria berlari memasuki ruang ganti baju perempuan diikuti dengan murid-murid perempuan yang lain.
“Lili kamu yakin mau ikut olahraga?”
Kiria mendengar salah satu teman sekelasnya berkata. Kiria menoleh. Tampak Lili yanga agak pucat dan memakai jaket sedang bicara dengan Lidya.
“Aku enggak apa-apa kok. Sudah mendingan. Daripada bosan sendirian, aku mau ikut olahraga saja.” Sahut Lili mantap.
“Oke tapi jangan capek-capek ya. Kamu istirahat di pinggir lapangan nanti.” Sahut Lidya lagi dengan penuh perhatian.
Lili mengangguk. Dia kemudian melepaskan jaketnya dan mulai berganti baju.
***
“Masukkkk.” Kiria melompat kegirangan saat dia berhasil mendapatkan angka untuk pertandingan voli yang sedang dia lakukan. Bersamaan dengan itu Pak Guru meniupkan peluit. Tanda pertandingan usai. Kiria pun berjalan ke tepi lapangan. Karena dia kini sudah “bebas tugas”. Giliran kelompok lain yang harus bermain voli.
“Kiria” terdengar suara panggilan. Kiria pun menoleh ternyata Luna dan Ota menghampirinya.
“Lho, kok kalian keluar kelas?” Tanya Kiria heran.
“Iya pelajaran kami kebetulan kosong.” Sahut Ota mewakili kakaknya.
“Kamu kembali ke ruang ganti saja, Lili, kalau kamu masih pusing.”
Seketika Kiria, Ota, dan Luna menoleh . Tampak wajah Lili semakin pucat. Lidya menuntunnya masuk ke ruang ganti kembali.
“Kenapa dia? Tanya Luna.
“Enggak enak bada dari pagi kayaknya.” Sahut Kiria.
Luna mengangguk-angguk mengerti.
“Kita ke kantin yuk sekarang!” ajaknya kemudian.
Kiria dan Ota langsung mengangguk setuju.
***
Selesai dari kantin, Kiria, Ota dan Luna hendak kembali ke lapangan olahraga. Saat itulah mereka mendengar keributan. Murid-murid kelas Kiria berkerumun. Mengerumuni Lili.
“Uang itu masih ada sebelum kita ganti baju! Aku sangat yakin” Lili tampak menangis.
“Uang?” Kiri bertanya pada dirinya sendiri dengan heran. Dia kemudian menghampiri Lili, diikuti oleh Luna dan Ota.
“Ada apa sih?” Tanya Luna ingin tahu.
“Uangku hilang di ruang ganti. Padahal uang itu untuk membayar kursus komputerku! Gimana dong? Mama pasti marah banget kalau tahu aku menghilangkannya.” Jelas Lili dengan mata berkaca-kaca.
“Aaah kita gak perlu Tanya-tanya lagi. Sudah jelas kok siapa yang mengambil.” Tiba-tiba saja Lidya berkata dengan penuh keyakinan.
Semua menatap Linda dengan penuh tanda Tanya.
Lidya menatap tajam kepada Kiria. “Pasti Kiria! Dia kan yang pergi meninggalkan lapangan di tengah pelajaran berlangsung. Cuma dia yang punya kesempatan mengambil uang itu.”
Kiria terbelalak kaget sekali. “Jangan sembarangan menuduh. AKu pergi ke kantin. Mana mungkin aku mengambil uang Lili? Luna dan Ota jadi saksi.”
“Bisa saja mereka kamu ajak kerjasama.” Sahut Lidya yakin.”
“Aku rasa kamu gak boleh menuduh sembarangan seperti itu.” Luna tiba-tiba menegahi. “Kiria memang meninggalkan lapangan saat olahraga. Tapi bisa saja uang itu sudah hilang sebelumnya. Bisa saja uang itu diambil oleh oran gyang keluar paling terakhir dari ruang ganti.”
Semua langsung terdiam. Menyadari kebenaran kata-kata Luna.
“Hayoo! Siapa yang keluar paling terakhir dari ruang ganti?” Tanya Lidya lagi.
“Aaaaku.” Hilda anak yang paling pemalu.
Lidya langsung membelalak menuduh. “Kalau begitu enggak salah lagi kamu pasti yang mengambil uang Lili. Ayo cepat kembalikan! Berani-beraninya kamu mengambil uang dari jaket Lili.”
Hilda membelalak dan menggelengkan kepalanya. “Aku gak ngambil sungguh.”
“Jangan bohong!” Lidya terus menuduh.
“Hilda tidak bohong. Tapi kamu yang bohong.”
Lidya terkejut.
“Kamu yang mengambil uang itu kan? Karena Cuma kamu yang tau kalau uang itu berada di dalam jaket Lili. Padahal tadi Lili tidak bilang dimana dia menaruh uangnya.”
Lidya tampak terperangah. Seketika itu juga Lidya menyadari kesalahannya.
“Lidya aku benar-benar gak nyangka. Kamu kan sahabat aku.” Lili menatap Lidya dengan kecewa.
Lidya menunduk dengan wajah pucat.
“Hihi rasain.”
Semua langsung menoleh. Ternyata Ota sedang tertawa sendirian.
“Ssst kamu ngapain sih?” Luna berbisik mengomeli adiknya.”
“Oh maaf maaf.” Ota memandang berkeliling dengan tampang bersalah karena karena dia memecah perhatian. “
“Kita temui pak Guru saja untuk minta pertimbangannya.” Usul Hilda.
Semua mengangguk setuju. Sementara Lidya hanya bisa menunduk dengan wajah se
Tidak ada komentar:
Posting Komentar